Rahasia Cakrawala Misykat (Sirr al-Asrar)

Diposkan oleh Admin On 8:00 AM

Makna 'perjalanan menuju Allah' adalah berpindah dari akal non-syar'i kepada akal syar'i, dari hati yang sakit dan keras kepada hati yang sehat, dari ruh yang lari dari pintu Allah kepada ruh yang mengenal Allah, dan dari jiwa yang kotor kepada jiwa yang suci bergelimang cahaya, seperti yang tergambar dalam Alquran, Surat an-Nur ayat 35-38.

Ayat ini merupakan perumpamaan tahapan-tahapan 'menuju cahaya Allah.' Jasad diumpamakan sebagai Al-Misykat, sebuah lubang di dinding yang tidak tembus. Hati diumpamakan Al-Zujajah, tabung kaca yang berisi pelita besar. Dan, hati yang suci diumpamakan Al-Mishbah, pelita besar yang bercahaya.

Dalam Kitab Sirr al-Asrar, ketika menafsirkan ayat di atas, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menyatakan, ''Jika cahaya Allah--yang merupakan cahaya langit dan bumi--menerangi hatimu, ia akan menyalakan lentera hatimu, yang berada dalam kaca yang bening. Dan, berkilaulah bintang Ilahi dalam hatimu. Kilauan itu memancar dari awan makna yang tak berasal dari Timur maupun Barat, menyala dari pohon zaitun, cahaya itu memantul dari pohon itu, sangat jernih dan terang seolah-olah memancarkan cahaya meski tak disentuh api. Ketika itulah lentera hikmah menyala terang. Bagaimana mungkin ia padam jika cahaya Allah menerangi seluruh relungnya?''

Dari pernyataan tersebut, setidaknya ada empat perumpamaan tahap untuk sampai pada cahaya Allah. Pertama, manusia mempunyai dua potensi, jasad dan hati. Lubang di dinding rumah yang tidak tembus ibarat jasad dan tabung kaca ibarat hati. Dan, cahaya keimanan akan masuk ke dalam hati seorang Mukmin.

Kedua, ketetapan bagi seorang Mukmin adalah selalu terikat dengan hukum syara. Pohon zaitun merupakan perumpamaan dari syariat Allah yang tidak miring ke Timur dan tidak pula miring ke Barat. Inilah cahaya Alquran.

Ketiga, syariat yang bermanfaat bagi manusia ibarat pohon yang diberkahi. Syariat Islam yang mengatur semua perkara kehidupan manusia, akan memberikan kepuasan bagi akal, menenangkan hati, sesuai dengan fitrah kemanusiaan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Di sinilah cahaya iman dan cahaya Alquran menyatu.

Keempat, ketika cahaya Alquran dan cahaya iman berkumpul, niscaya keduanya akan menerangi. Salah satu dari keduanya tidak akan ada jika tidak ada yang lain. Cahaya yang merupakan gambaran dari kebenaran yang memiliki bentuk berlapis-lapis. Ia diperkuat oleh lubang dinding yang tidak tembus, tabung kaca, pelita dan minyak, hingga tidak ada satu pun yang tidak memperkuat cahaya itu.

Jika manusia mengamalkan Alquran, akan bertambahlah cahaya hatinya. Cahaya ini akan senantiasa membekas pada lubang dinding, yakni jasad manusia, hingga sang jasad bisa memberi sinar bagi jalan yang dilaluinya dan orang selain dirinya.

Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan, ''Semua itu berawal sejak kau membersihkan cermin hati. Cahaya hakikat Ilahi akan menyinarinya jika kau menghendaki dan mencari-Nya, dari-Nya, bersama-Nya.'' (Republika)

0 komentar

Post a Comment